KEISTIMEWAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM ISLAM PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI)

A. Pengertian Keistimewaan Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Islam
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki keterbatasan fisik yang
berbeda dengan anak anak seumurnya, mereka memiliki keterbatasan pada fisik, mental,
intelektual, emosional, maupun sosial. Anak berkebutuhan khusus bukanlah aib atau produk
gagal, mereka adalah anak istimewa, mereka merupakan titipan Allah yang diberikan kepada
orangtua pilihan yang harus dijaga dan dirawat dengan penuh kasih sayang. Jenis jenis ABK
sendiri memang beragam, seperti Tunanetra, Tunarungu, Tunalaras, Tunadaksa, Tunagrahita,
Anak Berbakat, Autis, dan Anak Hiperaktif. Faktor penyebab anak yang memiliki kebutuhan
khusus juga bermacam-macam, bisa karena gangguan genetika, infeksi kehamilan, kurang
gizi dll. Namun yang harus selalu kita ingat bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki hak
yang sama dengan anak yang lain. Mereka berhak dihargai, mereka berhak hidup mandiri,
mereka berhak bahagia dan pastinya mereka berhak berprestasi serta membahagiakan orang
tuanya. Untuk itu, bagi orang tua dianjurkan untuk memenuhi hak-hak ABK dalam segala
aspek kehidupan, seperti bersosialisasi, belajar, sekolah, bermain, mengaji dan berkegiatan
lain yang bertujuan memperkenalkan anak berkebutuhan khusus dengan kehidupan di luar
rumah.(Laila Nisfi Mubarokah,2022).
B. Alasan Allah Menciptakan Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam sebuah forum di India, seorang non muslim bertanya kepada Dr Zakir Naik.
“Mengapa Tuhan menciptakan orang-orang yang terlahir cacat? Apakah ada ayat Al Quran
atau perkataan Nabi Muhammad yang menjelaskan hal ini?” “Saudara ini mengajukan
pertanyaan yang sangat bagus,” kata Dr Zakir Naik mengawali jawabannya. “Mengapa dan
apa alasannya Allah menciptakan sebagian orang terlahir sebagai orang yang cacat?
Alasannya dijelaskan dalam Quran Surat Al Mulk ayat 2.
Artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al Mulk:
2)”
Dr Zakir Naik lantas menjelaskan perbedaan pandangan Islam dengan Hindu tentang
orang-orang yang terlahir cacat.Meski dihadapkan dengan orang Hindu, Dr Zakir Naik tidak
serta merta memaksakan pemahaman Islam kepada orang yang bertanya ini. Ia memberikan
jawaban sesuai dengan keyakinan penanya ini anut. Yang ternyata jawabannya juga ada
dalam Al-Quran. Dalam Hindu, ada sebuah filosofi yang disebut sanskara atau reinkarnasi.
Bahwa seseorang yang mati akan terlahir kembali sebagai sosok tertentu tergantung apa yang
ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Itu juga disebut sebagai karma. Jika amal perbuatannya
baik, ia akan terlahir kembali dalam tingkatan makhluk yang lebih baik. Sebaliknya jika ia
berbuat buruk, ia akan terlahir kembali dalam tingkatan makhluk yang lebih rendah.
Tingkatan makhluk tertinggi dalam reinkarnasi adalah manusia.
Manusia sendiri terbagi dalam berbagai kasta dari terendah hingga tertinggi: pariah,
sudra, waisya, satria dan brahmana. Sedangkan makhluk tingkatan terendah adalah binatang,
yang juga terbagi dalam berbagai tingkatan. Dari sinilah jelas terbukti, bahwa Allah
menciptakan orang cacat pun ada tujuannya, bahkan saat ini kita tidak boleh memanggil
orang cacat dengan nama cacat, tapi orang berkebutuhan khusus. Karena mereka memang
membutuhkan perlakuan yang sangat khusus. Dalam hal ini, cacatnya seseorang itu tidaklah
mutlak bahwa dia tidak berguna hidup dunia. Dari setiap ciptaan Allah, ada keistimewaan
yang harusnya kita ketahui sebagai manusia, sehingga kita mengetahui bahwa Allah Maha
pekerkasa atas segala sesuatu yang Dia ciptakan.Jika amal perbuatannya baik, ia akan terlahir
kembali dalam tingkatan makhluk yang lebih baik. Namun jika ia berbuat buruk, ia akan
terlahir kembali dalam tingkatan makhluk yang lebih rendah. Tingkatan makhluk tertinggi
dalam reinkarnasi adalah manusia.
Manusia sendiri terbagi dalam berbagai kasta dari terendah hingga tertinggi: pariah,
sudra, waisya, satria dan brahmana. Sedangkan makhluk tingkatan terendah adalah binatang,
yang juga terbagi dalam berbagai tingkatan. Dari sinilah jelas terbukti, bahwa Allah
menciptakan orang cacat pun ada tujuannya, bahkan saat ini kita tidak boleh memanggil
orang cacat dengan nama cacat, tapi orang berkebutuhan khusus. Karena mereka memang
membutuhkan perlakuan yang sangat khusus. Dalam hal ini, cacatnya seseorang itu tidaklah
mutlak bahwa dia tidak berguna hidup dunia. Dari setiap ciptaan Allah, ada keistimewaan
yang harusnya kita ketahui sebagai manusia, sehingga kita mengetahui bahwa Allah Maha
pekerkasa atas segala sesuatu yang Dia ciptakan.(Budi Darmawan,2017).C. Hisabnya Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Ustadz Oemar Mita dalam video ceramahnya, ciptaan Allah SWT, tidak ada
yang namanya produk gagal. Mereka yang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK),
seperti down syndrome dan autisme bukan termasuk dalam produk gagal. Keistimewaan
mereka terletak pada saat yaumul hisab nanti. “Hisabnya itu tidak dihisab atas salat, tidak
dihisab atas aurat, tidak dihisab atas puasa,” jelasnya. Hisab itu berlaku bagi orang yang
berakal. Anak-anak berkebutuhan khusus nanti kemudian pada hari kiamat dikumpulkan di
akhirat, maka mereka tidak ditanya salat, puasa, ataupun amalan wajib lainnya. “Mereka
cuman ditanya pertanyaan sederhana, ‘Kamu mengenal saya tidak?’ kata Allah. ‘Kami kenal
Engkau, Ya Allah,’ dimasukkan oleh Allah ke surga,” jelas Ustadz Oemar Mita.(Zahid
hikmah,2019).
Memandang bahwa setiap anak merupakan amanah bagi orang tua, ladang amal nyata
untuk membentuk generasi terbaik dalam menyongsong masa depan agama dan bangsa.
Islam tidak membeda-bedakan seseorang berdasarkan kondisi fisik atau kekurangan yang ada
pada diri seseorang, tidak terkecuali pada anak berkebutuhan khusus. Selain keringanan
dalam ibadah dan muamalah, keistimewaan anak berkebutuhan khusus juga ada pada saat
hari penghitungan atau yaumul hisab. Anak berkebutuhan khusus tidak akan dihisab atas apa
yang tidak ada dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S Al-Baqarah/2:286 yang
berbunyi:
اَل ناآ اِّ ْن نا
اؤا ِّخذْ
ارباناا اَل تُ
ۗ
ْت
اسبا
اما ا ْكتا
اها
ْي
ْت او اعلا
اما اك اسبا
اها
لا
ۗ
اَل ُو ْسعا اها
ِّ ُف هّٰللاُ نا ْف ًسا اِّ
يُ ِّسْيناآ اكل
ْحِّم ْل
اواَل تا
ارباناا
ۚ
ناا
ْ
ْو اا ْخ اطأ
او اا
ارباناا
ۚ
ْبِّلناا
ِّذْي ان ِّم ْن قا
ا
تاٗه اع ال ال
ْ
اح امل
ْص ًرا اكاما
ْيناآ اِّ
اما لا
اع ا
نا
ْ
احِّ مل
اَل تُ
ىنا
ٰ
ااْن ات امْول
ۗ
اوا ْر اح ْمناا
ۗ
ناا
اوا ْغِّف ْر لا
ۗ
اوا ْع ُف اعناا
ۚ
ه
 ِّ
ناا ب
لا
ْوِّم اَل اطاقاةا
قا
ْ
ِّر ا فااْن ْي ان ُص ْرناا اعلاى ال
ْ ٰكِّف
ال
۝٢٨٦
Artinya:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kamimemikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong
kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".( Q.S Al-Baqarah/2:286 )
Dengan segala keterbatasan yang anak berkebutuhan khusus miliki, banyak kisah
inspiratif yang memberikan makna syukur lebih dalam kepada orang lain di sekitarnya. Hal
tersebut menjadi sebuah refleksi yang perlu kita sadari bersama bahwa setiap manusia lahir
ke dunia dengan ragam kebaikannya masing-masing. Manusia dengan segala kurang dan
lebihnya tetap dan akan selalu membutuhkan orang lain untuk dapat menjalani hidup dengan
lebih baik. Dari anak berkebutuhan khusus dengan segala keistimewaannya. Manusia dapat
mengambil hikmah dari semua yang ada di dunia dengan pemahaman dan sudut pandang
yang berbeda, namun kebaikan tetap akan menumbuhkan kebaikan lainnya.(azzahra
Abdilah,2021)
D. Pengertian PPI
Program Pendidikan Individuali (PPI) atau Individualized Educational Program (IEP)
diprakarsai oleh Samuel Gridley Howe pada tahun 1871. PPI merupakan salah satu bentuk
layanan pendidikan yang ditujukan kepada peserta didik dengan status berkebutuhan khusus,
yang sebelumnya dikenal sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) kemudian
penyebutannya saat ini disebut sebagai Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)
Perbedaan karakteristik masing-masing PDBK sangat beragam sehingga mereka
membutuhkan layanan pendidikan yang bersifat individual. Program Pendidikan Individual
(PPI) dapat diibaratkan sebagai kontrak tertulis antara pihak orang tua peserta didik dengan
pihak sekolah tentang kebutuhan peserta didik dan langkah-langkah yang akan dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan individu dengan status PDBK.
PPI meletakkan individu PDBK sebagai fokus utama tanpa melepaskan konteks
situasi, kondisi, dan kekhasan atau karakteristik kebutuhan khusus mereka. Keberagaman
karakterisktik PDBK menuntut satuan pendidikan memiliki ketelitian dalam penentuan setiap
PDBK memerlukan/ tidak memerlukan PPI. PDBK yang tidak memerlukan
dukungan/layanan khusus dalam akses kurikulum dan pembelajaran tidak memerlukan PPI,
setiap PDBK yang memerlukan dukungan/layanan khusus sebagai akibat dari hambatannya,
maka diperlukan PPI. Penyusunan tujuan atau Capaian Pembelajaran (CP) pada PPI dapat
berasal dari CP kurikulum reguler, CP kurikulum Pendidikan Khusus, dan CP alternatif yang
disusun berdasarkan kebutuhan esensial PDBK. CP altenatif dimungkinkan untuk disusunsendiri oleh tenaga pendidik, karena CP yang dibutuhkan secara esensial tidak terdapat pada
CP kurikulum reguler maupun CP kurikulum Pendidikan Khusus.
PPI idealnya dirancang oleh Multi Disciplinary Team (MDT) yang terdiri atas pihak
satuan pendidikan, orang tua, dan tenaga profesional lain yang memiliki informasi dan
pemahaman mengenai peserta didik dalam rangka memberikan masukan penyusunan PPI.
Pada kenyataannya, terdapat kondisi di mana tim PPI hanya terdiri dari pihak satuan
pendidikan dan orang tua.
E. Prinsip-prinsip PPI
Berdasarkan berbagai referensi, PPI dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
dasar berikut.
1. PPI bertujuan menyelaraskan antara karakteristik kebutuhan khusus dan tugas
perkembangan PDBK dengan kurikulum dan pembelajaran dalam upaya
mengembangkan potensi mereka secara optimal.
2. PPI berpusat pada peserta didik sebagai subjek yang dinilai aktif dan mampu belajar.
Penyusunan PPI didasarkan pada karakteristik kebutuhan khusus. Perkembangan dan
minat peserta didik menjadi komponen penting yang dipertimbangkan dalam
membuat rancangan PP.
3. Komponen PPI difokuskan pada kemajuan dan kebutuhan PDBK itu sendiri,
sedangkan kurikulum digunakan sebagai ramburambu, bukan dititik beratkan sebagai
target utama PPI.
4. PPI tidak hanya terbatas pada tujuan pembelajaran/kurikulum pembelajaran. Tujuan
PPI juga dapat didasarkan prioritas penanganan berdasarkan hasil asesmen diagnostik.
Misalnya, terkait keterampilan hidup sehari-hari atau perilaku adaptif (Activity Daily
Living/ADL).
5. PPI bersifat fleksibel terhadap berbagai perubahan dan kemajuan PDBK. Hasil akhir
dari PPI sejatinya adalah kemandirian sehari-hari berguna bagi kehidupannya dan
mampu berperilaku sesuai dengan lingkungannya (adaptif) sesuai dengan norma dan
aturan sosial. 6. PPI merupakan kesepakatan bersama hasil kolaborasi antar banyak
pihak (Multi Diciplinary Team/MDT), yakni kesepakatan antara pihak satuan
pendidikan, orang tua, dan tenaga ahli profesional lain yang berkaitan dengan
keberlangsungan pendidikan PDBKF. Fungsi PPI
Fungsi PPI secara umum adalah:
1. Menjadi sarana bagi peningkatan usaha untuk memberikan pelayanan pendidikan
yang lebih efektif.
2. Meningkatkan komunikasi antar pihakpihak yang berkepentingan untuk keberhasilan
peserta didik berkebutuhan khusus dalam konteks pendidikan.
Fungsi PPI bagi peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Menjamin setiap peserta didik berkebutuhan khusus memiliki program yang
disesuaikan dengan kebutuhannya untuk mempertemukan karakteristik kebutuhan
khusus mereka dengan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
2. Mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan mereka
masing-masing.
3. Mengoptimalkan potensi yang dimiliki setiap peserta didik tanpa terhambat kondisi
dan kekhususan yang mereka alami.
Fungsi PPI bagi tenaga pendidik/pihak sekolah adalah sebagai berikut:
1. Memberikan tenaga pendidik arah pengajaran sesuai dengan kekuatan, kelemahan,
dan minat PDBK.
2. Meningkatkan keterampilan tenaga pendidik yang melakukan asesmen tentang
karakteristik kebutuhan belajar tiap peserta didik secara spesifik.
3. Melakukan usaha mempertemukan antara kebutuhan-kebutuhan belajar spesifik
peserta didik masing-masing dengan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
G. Langkah-langkah penyusunan PPI
Merujuk pada kerangka langkah-langkah penyusunan program pendidikan individual (PPI)
menurut Kitano dan Kirby (1986) dalam Mulyono Abdurrahman (2009), berikut langkah-
langkah penyusunan rancangan PPI.
1. Membentuk tim PPI. Tim PPI terdiri dari Multi Disciplinary Team (MDT) yang
bertanggung jawab bersama membuat rancangan PPI. Idealnya tim PPI terdiri dari
pihak satuan pendidikan (kepala sekolah/ madrasah, tenaga pendidik kelas, tenaga
pendidik bidang studi, guru pendidikan/ pembimbing khusus (GPK), tenaga pendidikBK), orang tua, dan tenaga profesional terkait. Pihak sekolah, orang tua, dan tenaga
profesional saling berbagi mengenai penilaian peserta didik sesuai dengan kaca mata
keahliannya masing-masing. Tenaga ahli yang dimaksud antara lain dokter (dokter
anak atau dokter spesialis lainnya seperti spesialis mata, THT, dan lainlain), terapis
okupasi atau fisik, penyedia pendidikan jasmani adaptif, psikolog, terapis wicara, dan
lain semacamnya. Jika pada kenyataannya tidak tersedia kelengkapan tim seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, maka tim PPI dapat disesuaikan dengan kondisi satuan
pendidikan dan ketersediaan sumberdaya pendukung yang ada.
2. Melakukan asesmen diagnostik terkait kekuatan, kelemahan, minat, dan kebutuhan
anak didasarkan dari berbagai aspek perkembangan seperti aspek emosi, sosialisasi,
kognitif, bahasa, dan fisik/ motorik.
3. Menentukan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek dari rancangan PPI.
Tujuan jangka panjang dalam pedoman ini adalah Capaian Pembelajaran (CP),
sedangkan tujuan jangka pendek dalam pedoman ini adalah Tujuan Pembelajaran
(TP) yang disusun sesuai kebutuhan khusus PDBK yang bersangkutan.
4. Penilaian (asesemen) anak.
Berdasarkan langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Tahap Perencanaan PPI a. Pembentukan Tim PPI Tim PPI saling bekerja sama melakukan
penilaian awal (asesmen diagnostik), membuat profil PDBK, menyusun program pendidikan,
hingga pada cakupan yang lebih luas sampai kepada menyusun kebijakan sekolah yang
mendukung pelaksanaan PPI.
2) Melakukan Asesmen Diagnostik Sebelum mengaplikasikan rancangan PPI kepada PDBK, tim
penyusun PPI perlu mengetahui aspek-aspek yang menjadi kekuatan dan kelemahan peserta
didik dengan cara melakukan asesmen. Asesmen yang dilakukan terhadap PDBK umumnya
meliputi beberapa aspek, yaitu aspek belajar (learning), aspek sosioemosional (socio-
emotional), aspek komunikasi (communication), dan aspek neuromotor. Hasil asesmen
dituangkan dalam program pembelajaran berdasarkan modalitas (potensi) yang dimiliki setiap
peserta didik. Tujuan utama dari asesmen diagnostik adalah sebagai alat identifikasi awal atau
screening PDBK. Tujuan lainnya adalah sebagai dasar dalam penentuan proses pembelajaran
dan penilaian pembelajaran (asesmen formatif dan sumatif). Hasil asesmen juga digunakan
untuk menentukan jenis dan bentuk intervensi secara tepat bagi peserta didik. Berikut ini
langkah-langkah melakukan asesmen secara umum yang dapat dilakukan oleh tenaga
pendidik kelas ataupun tenaga pendidik mata pelajaran. Langkah awal dimulai daripenyusunan instrumen asesmen. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan asesmen, dan
langkah terakhir asesmen adalah melakukan analisis hasil asesmen dan rekomendasi.
a. Penyusunan Instrumen Asesmen
1. Berikut beberapa langkah kegiatan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
instrumen asesmen. Identifikasi Identifikasi merupakan langkah awal yang penting
dilakukan sebelum membentuk tim PPI. Tujuan identifikasi adalah menemukan
adanya kelainan atau kesulitan yang kemudian akan dijadikan dasar untuk
menentukan langkah selanjutnya.
2. Menetapkan tujuan asesmen Tujuan asesmen menekankan pada aspek kekuatan dan
kelemahan peserta didik dalam bidang tertentu. Informasi tersebut dapat digunakan
untuk mengembangkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kekuatan dan kelemahan
PDBK yang bersangkutan. Asesmen kerap dikaitkan dengan kondisi
(hambatan/ketunaan yang dialami peserta didik) Asesmen untuk melihat
perkembangan PDBK dilakukan secara terus menerus atau ongoing process.
3. Mengembangkan alat/instrumen asesmen Alat asesmen dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu alat asesmen yang sudah baku (formal) dan alat asesmen tidak baku (non
formal). Alat asesmen yang sudah baku yang dimaksud dilakukan oleh tenaga
profesional, seperti tes kecerdasan yang digunakan oleh para psikolog. Alat asesmen
yang tidak baku dapat dibuat oleh tenaga pendidik PDBK yang bersangkutan. Alat
asesmen buatan tenaga pendidik dapat berupa pertanyaan-pertanyaan untuk
pengamatan, soal-soal tes akademik, dan lain sebagainya sejauh masih berkaitan
dengan aspek-aspek yang hendak diukur dari kekuatan dan kelemahan PDBK yang
bersangkutan.
Pelaksanaan Asesmen
Pelaksanaan asesmen dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu wawancara,
observasi, dan tes. Tes dapat dilakukan dengan menggunakan tes baku, tes tidak baku, dan
mengkaji dokumen.
a) Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi data anak, orang tua,
keluarga, proses kelahiran, riwayat perkembangan fisik, sosial dan pendidikan.
b) Pengamatan/Observasi Tenaga pendidik juga dapat mengamati perilaku spesifik anak.
Observasi hendaknya dilakukan secara berulang-ulang, dan di tempat yang berbeda-
beda agar mendapatkan informasi yang konsisten.c) Tes Baku (Formal) Tes baku hanya dapat dilakukan oleh tenaga profesional, misalnya
Dokter, Psikolog, maupun tenaga profesinal lain. Tes baku untuk mengetahui potensi
anak yang berkaitan dengan kecerdasan, bakat dan minat, dan lain-lain.
d) Tes Tidak Baku (Non-Formal) Tes tidak baku penentuan dan instrumen dan
pelaksanaan dapat dilakukan oleh tenaga pendidik. Informasi asesmen dari tes tidak
baku antara lain kemampuan pemahaman auditori, persepsi visual, orentasi, perilaku,
bahasa ujaran, dan motorik.
e) 5) Kajian Dokumen yang dikaji hasil asesmen dari tenaga profesional lain yang
menangani anak, seperti psikolog, dokter, terapis wicara, terapis okupasi dan
sebagainya.
Analisis Hasil Asesmen
Berdasarkan data hasil asesmen, langkah selanjutnya adalah menuangkan analisis
hasil asesmen dan rekomendasi penanganan PDBK ke dalam bentuk rancangan PPI.
Rancangan PPI itu sendiri dengan mencantumkan beberapa hal berikut.
1) Deskripsi kondisi peserta didik. Isi dari deskripsi biasanya meliputi riwayat tumbuh
kembang, riwayat gangguan dan penanganan gangguan, serta kondisi internal berupa
taraf intelektual, keterampilan motorik kasar dan motorik halus, kematangan sosio
emosional, kemampuan berbahasa, tampilan perilaku, kemampuan merawat diri, dan
tidak tertinggal terkait dukungan eksternal (support systems) yang dimiliki PDBK
guna menunjang jalannya PPI.
2) Tujuan PPI dirancang berdasarkan hasil asesmen yang menyeluruh mengenai PDBK.
Semakin detil hasil asesmen yang dilakukan, maka tujuan intervensi akan semakin
spesifik. Tujuan biasanya dituliskan menurut kerangka waktu, yakni tujuan jangka
pendek (tujuan pembelajaran) dan tujuan jangka panjang (capaian pembelajaran).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kegiatan pkm di izzati janah